DAMPAK KERJASAMA APEC DALAM PEMBANGUNAN DAERAH SUMUT
1. Latar Belakang
Konsep kerjasama negara
multilateral maupun bilateral dewasa ini semakin mengemuka dalam percaturan
lintas internasional baik di bidang ekonomi, politik, dan budaya. Sebuah kerjasama
lintas negara secara umum akan mendasarkan kesepakatannya sesuai dengan
keuntungan resiprokal dan seimbang dari setiap negara yang menjalin kerjasama. Sesuai
dengan buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI
(Renstra), kerjasama internasional atau dapat disebut hubungan
internasional adalah hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan
oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional.
Di Indonesia sendiri
kerjasama multilateral diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Multilateral
Kementerian Luar Negeri, Nomor 00148/PL/II/2010/46/06 tentang Penetapan Rencana
Strategis Direktorat Jenderal Multilateral Tahun 2010-2014. Didalamnya sendiri
telah diatur sasaran yang hendak dicapai dalam pemantapan politik luar negeri
dan peningkatan kerjasama internasional dalam bidang multilateral, yaitu
meningkatnya peran aktif Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan
internasional, pemajuan dan perlindungan HAM, kerjasama kemanusiaan serta
meningkatnya pembangunan ekonomi, sosial budaya, keuangan, lingkungan hidup,
perdagangan, perindustrian, investasi, komoditi, dan perlindungan hak kekayaan
intelektual melalui penguatan kerjasama multilateral.
Secara khusus
pemerintahan Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri telah menyusun strategi
tahun 2010-2014 untuk melaksanakan berbagai kerjasama multilateral. Strategi
tersebut antara lain :
1. Meningkatkan
partisipasi dan inisiatif Indonesia dalam forum-forum multilateral termasuk
mengupayakan agar Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan multilateral.
2. Mengidentifikasi
dan mengkaji secara kritis, untuk kepentingan efisiensi, partisipasi Indoensia
pada organisasi kerjasama multilateral, dengan melihat manfaat langsung
bagi kepentingan
nasional.
3. Meningkatkan dukungan lintas
sektoral dalam implementasi kerjasama multilateral.
4. Mensinergikan partisipasi
Indonesia di G-20 dengan partisipasi Indonesia pada forum-forum lainnya.
Selain untuk mensosialisasikan kesepakatan G-20 untuk mengamankan
implementasi komitmen G-20 di tingkat nasional, regional dan global, upaya ini
juga ditujukan guna meningkatkan legitimasi G-20 dan mengurangi stigma G-20
sebagai forum yang eksklusif.
5. Mengintensifkan diplomasi
untuk pembentukan norma-norma internasional bagi produk-produk budaya, yang
telah diawali dengan perjuangan untuk memasukan Batik sebagai World Intangible
Heritage di UNESCO. Perjuangan diplomasi ke depan akan meliputi bidang akses
dan pembagian keuntungan (access and benefit sharing) di berbagai fora,
termasuk WIPO melalui Genetic Resources, Traditional Knowledge, and Folklore
(GRTKF), WHO (untuk virus sharing), FAO, Convention on Biodiversity, dan WTO.
6. Menyusun konsep
kebijakan/grand design kerjasama Selatan-selatan.
Sampai
saat ini, indonesia telah mengikatkan dirinya dalam berbagai kerjasama multilateral
dalam bentuk berbagai organisasi internasional dan regional seperti APEC, WTO,
ASEAN, G20 dan lain-lain. Namun, pernyataannya adalah jika sebuah prinsip
kerjasama harus mendasarkan kepada kepentingan nasional dengan kata lain rakyat,
Apakah selama ini rakyat Indonesia telah menikmati berbagai hasil kerjasama
tersebut ??? Rakyat Indonesia masih terjebak dalam jurang kemiskinan,
penggusuran-pengusuran masih terus terjadi baik di kota maupun didesa,
perampasan hak masih menyelimuti seluruh kehidupan rakyat Indonesia. Apakah
APEC sebagai organisasi kerjasama internasional yang dewasa ini semakin
menampakkan wujudnya dihadapan rakyat, benar-benar mempunyai orientasi
mensejahterakan rakyat Indonesia ??? Atau bahkan sebaliknya, hanya segelintir
orang yang mempunyai modal (kapital) yang menjadi orientasi dari berbagai kerjasama
APEC ??? Jika APEC tidak bisa memberikan manfaat bagi rakyat, mengapa harus
kita pertahankan ???
2.
Siapakah APEC ???
Tahun 1989 melalui
inisiatif negara-negara ekonomi maju di wilayah asia dan pasific seperti AS,
China, Rusia, Australia, dan Kanada, mendeklarasikan sebuah organisasi kerja
sama ekonomi dan perdagangan di wilayah asia dan pasific yaitu Asia Pasific
Economic Coorperation. Organisasi yang beranggotakan 21 negara asia dan pasific
ini merupakan forum kerja sama berbagai negara di bidang ekonomi, perdagangan
dan investasi. Sampai saat ini, APEC telah berhasil melaksanakan 20 kali
pertemuan tingkat tinggi atau KTT APEC di berbagai negara anggotanya. Namun
pada tahun 1994 di bogor merupakan catatan penting dalam perjalanannya, melalui
pertemuan 21 anggota APEC telah menyetujui target pencapaian dalam kerja sama
perdagangan dan investasi atau yang lebih dikenal sebagai Bogor Goals. Sehingga kemudian kesepakatan tersebut menjadi mainset
setiap negara termasuk Indonesia untuk dapat menjalankan sistem ekonomi
liberal.
Ditinjau
dari segi demografis, APEC merupakan organisasi yang besar karena menaungi
penduduk sekitar 2,7 milyar jiwa. Empat belas dari 21 Ekonomi Anggota APEC
merupakan 40 Ekonomi pengekspor terbesar di dunia, sementara sembilan anggota
APEC tercatat sebagai anggota G20. Selain itu, setiap tahun Menteri Luar
Negeri, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan dan Menteri-Menteri lain hadir
dalam pertemuan-pertemuan APEC. Kehadiran para Pemimpin dan Menteri APEC
tersebut selama ini juga dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk melakukan
pembahasan masalah-masalah bilateral dan regional. Para pimpinan negara
tergabung dalam leadership APEC yang menjalankan rapat setiap 1 tahun sekali.
Rapat tahunan APEC merupakan hasil dari penilaian dari Senior Oficial Meeting
(SOM) yang kemudian dijadikan bahan untuk merumuskan kebijakan APEC oleh
leadership.
Sampai saat ini APEC
telah berperan penting dalam setiap agenda perdagangan multilateral. Di tahun
1994, APEC memberikan kontribusi signifikan bagi terselesaikannya Putaran
Uruguay di bawah perundingan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)
serta berhasil menyepakati target kerja sama ekonomi dan perdagangan bersama
seluruh anggota APEC yang termanifestasi dalam Bogor Goals. Keberhasilan ini telah mendorong terbentuknya
organisasi perdagangan dunia WTO. Kini, forum kerja sama APEC dipandang sebagai
salah satu arena kunci guna mendorong terselesaikannya Putaran Doha.
Mekanisme kerja APEC
bermuara pada para Pemimpin Ekonomi APEC yang melakukan pertemuan setahun
sekali dalam APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM). Di bawah itu, para
Menteri Luar Negeri dan Menteri Perdagangan APEC berkoordinasi dalam APEC
Ministerial Meeting (AMM) menggariskan arah kerja sama kawasan. Hasil
kesepakatan para Pemimpin Ekonomi dan Menteri APEC tersebut selanjutnya
diterjemahkan oleh para Pejabat Tinggi (Senior Officials) APEC untuk
dilaksanakan oleh para pengambil kebijakan dan kelompok ahli masing-masing
Ekonomi yang bertemu dalam berbagai Komite dan Kelompok Kerja di APEC. Di sisi
lain para pengusaha-pengusaha monopoli besar diberbagai negara anggota APEC
ikut serta dalam menentukan kebijakan-kebijakan sektoral APEC khususnya
dibidang usaha dan bisnis. Hal ini terlihat dengan adanya APEC Bussines
Advisory Council (ABAC) yang beranggotakan 6 orang dari setiap negara,
terdaftar dalam struktur organisasi APEC langsung dibawah AELM.
Di tahun 2013 ini,
Indonesia menjadi kepanitian dan keketuaan pertemuan tahunan APEC atau KTT APEC
ke 21 yang diselenggarakan mulai bulan Desember 2012-Oktober 2013 di beberapa
kota di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Manado, Medan, Bali. Keinginan
yang kuat dari pemerintah Indonesia untuk dapat menjamu para tamu luar
negerinya, disikapi langsung oleh Presiden SBY melalui Keppres No. 22/2012
tentang Panitia Nasional Penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Pacific
Economic Cooperation XXI tahun 2013. Bahkan untuk memaksimalkan rangkaian
kegiatan KTT APEC ke 21 di Indonesia, Presiden langsung menunjuk para kabinet
menteri serta para kepala aparat keamanan Indonesia seperti Panglima TNI dan
Kapolri untuk menjadi panitia demi terselenggaranya pertemuan tersebut.
Dalam
rangkaian pertemuan KTT APEC tahun 2013 ini, Indonesia telah menyiapkan 12
sektor kerja sama yang akan dipromosikan dalam pertemuan awal APEC di Senior
Meeting Office mulai bulan Januari-Juli 2013 di 3 kota besar di Indonesia
(Jakarta-Surabaya-Medan). 12 sektor tersebut adalah (1) mendukung sistem perdagangan multilateral
dengan memastikan tercapainya hasil konkrit pada pertemuan tingkat Menteri WTO
di Bali pada bulan Desember 2013; (2) pengembangan konektivitas Indonesia; (3)
pembangunan dan investasi infrastruktur; (4) peningkatan daya saing global
untuk sektor UMKM dan perempuan; (5) peningkatan kesejahteraan petani; (6)
pengembangan model sistem kesehatan yang berkelanjutan; (7) mengarusutamakan
isu-isu kelautan; (8) pengembangan produk berbasis pertanian untuk mendukung
upaya pengurangan kemiskinan; (9) memfasilitasi kesiaptanggapan personel
bencana alam; (10) mendorong kerja sama pendidikan lintas batas; (11) mendorong
fasilitasi perjalanan untuk wisatawan; (12) dan hal-hal lain berkaitan dengan
pengembangan kapasitas Indonesia dalam perdagangan internasional serta
memastikan bahwa pasar internasional tetap terbuka bagi ekspor Indonesia.
Pada pertemuan SOM III di Medan tanggal 22 Juni – 6 Juli 2013 telah disepakati
18 sektor kerja sama dan 12 diantaranya adalah kesemua sektor yang dipromosikan
Indonesia diatas. Dan dipastikan 18 sektor tersebut akan di teruskan pada
pertemuan WTO bulan desember mendatang di Bali.
Sejumlah
kesepakatan yang telah dilahirkan dari berbagai pertemuan APEC yang telah
terlaksana, merupakan program kerja setiap negara untuk menjalankan kerjasama
multilateral. Hasil dari kerjasama tersebut haruslah bersifat balance dan
resiprokal sesuai kepentingan nasional rakyat. Namun jika ditinjau dari
berbagai karakter negara anggota APEC, menunjukkan ketidakseimbangan khususnya
dalam hal kemajuan ekonomi. Terbukti, keseluruhan negara anggota APEC yang berjumlah
21 negara, 12 diantaranya merupakan negara pengekspor terbesar di dunia.
Artinya jelas bahwa dalam menjalankan kerjasama ekonomi perdagangan, APEC menciptakan
ketidakseimbangan pembangunan ekonomi dalam bentuk perdagangan yang timpang.
Negara-negara yang tidak mempunyai industri nasional seperti Indonesia, hanya akan
menjadi pasar komoditas dan saham semata bagi negara-negara maju. Sebab
barang-barang produk domestik tidak akan mampu menyaingi produk asing yang
terus menerus datang membanjiri pasar dalam negeri, selain mempunyai kualitas
yang bermutu tinggi juga memiliki jangkauan pemasaran yang luas diberbagai
negeri. Selain itu, ditinjau dari jumlah kepemilikan modal atau finansial. 14 negara tersebut mempunyai modal yang jauh
melampaui finansial dalam negeri. Terbukti seperti AS, China, Australia, Jepang,
Canada, New Zeland mempunyai kurs valuta asing yang jauh lebih tinggi
dibandingkan Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Berdasarkan data
kurs valuta asing Bank Indonesia tanggal 22 Agustus 2013 menunjukkan nilai
tukar rupiah terhadap mata uang AS (USD) Rp. 10.849, China (CNY) Rp. 1.758,
Jepang (JPY) Rp. 11.046, Australia (AUD) Rp. 9.747, Canada (CAD) Rp. 10.338,
New Zealand (NZD) Rp. 8.504. Sehingga dalam menjalankan investasi ekonominya,
ke 14 negara tersebutlah yang paling dominan dalam membangun aset-aset
penunjang perekonomian mereka. Menjadikan negara-negara berkembang khususnya
Indonesia menjadi ketergantungan terhadap negara maju yang memiliki kapital
berlimpah ruah, layaknya negara yang dijajah namun secara tidak langsung
(invisible hand)- setengah jajahan.
Skema
ekonomi APEC, sengaja diciptakan oleh negara-negara ekonomi maju yang bersekutu
dibawah pimpinan AS dalam menjalankan watak expansif, exploitatif, dan
akumulatif modal, untuk membagi dan
mengelompokkan berbagai negara-negara setengah jajahan sebagai tompangan
ekonomi mereka. Persekutuan tersebut berkembang dari keadaan ekonomi
penghisapan mereka yang menimbulkan berbagai kontradiksi pokok dan antagonis
baik antara rakyat sebagai korbannya, maupun sesama penguasa modal. Perang
dunia ke I dan Perang dunia ke II adalah bukti bahwa persaingan bebas sebagai
awal mula sistem kapitalisme ini berkembang, menciptakan pertentangan sengit
yang berujung kepada perang universal yang sangat membunuh rakyat serta
merugikan mereka. Sehingga, perkembangan tersebut melahirkan satu penguasa
modal dunia (imperium-imperialisme) yang tetap mempertahankan sistem
penghisapan modal eksis menghisap rakyat seluruh dunia secara monopoli. Perang
dingin antara blok timur Uni-Soviet dan blok barat Amerika Serikat, yang
diakhiri oleh kemenangan penuh Amerika Serikat tahun 1991, membuktikkan bahwa
sistem penghisapan modal (kapitalisme) didunia saat ini dibawah dominasi penuh
AS (Imperialisme).
Dalam
melancarkan aksi agresi mereka ke berbagai negeri subur sebagai syarat majunya
perekonomianya imperialisme, secara masif mereka mengintervensi pemerintahan
dalam negeri dengan cara melahirkan kaki tangan sistem imperialisme pimpinan AS
yang tunduk setia terhadap kepentingannya. Tuan-tuan tanah besar dan borjuasi
besar komprador merupakan wujud dari kaki tangannya di dalam negeri. Bagaimana
tidak, imperialisme yang mempunyai 3 kepentingan pokok atas negeri subur yaitu
pasar, tenaga kerja, dan bahan mentah (SDA). Dengan adanya para tuan tanah dan
borjuasi besar komprador (pemilik modal besar) akan sangat mudah mengakses
lahan subur di dalam negeri untuk dihisap dan dimonopoli oleh mereka. Berdasarkan
data Media Perkebunan menyebutkan PTPN sebagai perkebunan terbesar di
Indonesia yang memiliki lahan 1 juta Ha yang sudah tertanam, dimana produksi
CPO mencapai angka 3 juta ton dan karet 500.000 ton. Melalui penguasaan lahan
terbesar di Indonesia ini, PTPN mensuply jutaan ton bahan mentah ke berbagai
perusahaan milik imperialisme yang tersebar di berbagai negara untuk diolah
menjadi barang-barang kebutuhan masyarakat dunia.
Melalui
skema-skema kerjasama perdagangan dan investasi ekonomi, imperialisme
melancarkan kepentingannya di belahan dunia. Organisasi-organisasi tersebut
sengaja diciptakan untuk menjerat negara-negara subur masuk kedalam lingkaran
penghisapan imperialisme. APEC sebagai organisasi asia dan pasifik yang bertujuan
dalam kerjasama investasi ekonomi dan perdagangan, jelaslah sudah hanya sebagai
skema imperialisme pimpinan AS untuk mengatur dan mengelompokkan lahan
penghisapan mereka melalui berbagai perjanjian kerjasama yang timpang. Rakyat
terus dijadikan korban atas ketertundukkan dan keberpihakkan pemerintah
(kapitalis birokrat) terhadap setiap kepentingan imperialisme melalui
peraturan-peraturan anti rakyat.
3.
Kerjasama APEC Bukan Untuk Rakyat
Rangkaian pertemuan KTT APEC ke 21 yang
diselenggarakan di Indonesia, telah banyak merumuskan berbagai kesepakatan
khususnya dalam bidang investasi ekonomi dan perdagangan. Pada pertemuan SOM
III APEC tanggal 22 juni- 6 Juli di Kota Medan telah menyepakati 18 point kerjasama. Hasil dari pertemuan SOM III
tersebut telah mencapai 75 % dari konsep utama yang akan disodorkan pada
pertemuan puncak KTT APEC ke 21 di Bali (High Leadership Meeting) dan kemudian
diteruskan pada pertemuan WTO bulan Desember mendatang. Hal ini diutarakan oleh
Ketua SOM III, Yuri O Thamrin.
Rentetan pertemuan SOM APEC yang dilaksanakan di Indonesia, sebagai awal
penilaian dan perumusan perjanjian kerjasama APEC memprioritaskan 3 masalah
utama bagi Indonesia yaitu, capaian cita-cita
Bogor, pemerataan keuntungan dalam liberalisasi dan perdagangan, serta
pengembangan kapasitas dan konektivitas investasi ekonomi. Ketiga masalah
prioritas ini bagi Indonesia akan diselaraskan dengan program Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Program pembangunan konektivitas investasi ekonomi
yang telah dimanifestasikan ke dalam 18 point kesepakatan kerjasama APEC
semakin menampakkan wujudnya ketika khususnya kota Medan mulai dibangun
berbagai infrastruktur penunjang investasi ekonomi dan perdagangan. Untuk saat
ini saja dapat terlihat di beberapa proyek pembangunan infrastruktur ekonomi
yang sudah digulirkan seperti pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei
Mangke yang dibangun diatas lahan seluas sekitar 2000 Ha. Pembangunan
infrasturktur konektivitas ekonomi perdagangan Bandara Internasional Kuala Namu
yang menyita lahan seluas 1.365 Ha. Namun pembangunan-pembangunan mega proyek
tersebut telah mengabaikan kebutuhan dasar rakyat Indonesia di bidang ekonomi.
Rakyat indonesia saat ini masih membutuhkan modal dasar yang bersumber dari
basis ekonomi Indonesia yaitu agraria sebagai syarat membangun industri
nasional. Kepemilikan tanah yang masih timpang dalam kehidupan rakyat, masih
menjadi problem utama untuk membangun perekonomian rakyat. Sehingga berbagai
pembangunan infrastruktur ekonomi bukanlah berorientasi kepada rakyat,
melainkan kepada para pemilik modal yang memonopoli seluruh aset perekonomian
Indonesia di dalam negeri untuk melanggengkan sistem penghisapan imperialisme
pimpinan AS.
Penghisapan atas kehidupan rakyat Indonesia dengan
kedok pembangunan semakin terang wujudnya khususnya di Kota Medan, dimana kasus
penyerobotan lahan PT. KAI sekitar 7 Ha oleh pihak swasta PT. ACK selaku pihak
yang mengambil alih lahan negara untuk memberi ruang kepada investor asing
menanamkan sahamnya di Indonesia. Berdasarkan Surat Mentri Keuangan
no:S-1069/HK.03/1990 tertanggal 4 September 1990 dan Surat Kepala Badan
Pertanahan Nasional no: 530.22-134 tertanggal 9 Januari 1991 telah menegaskan bahwa kepemelikan lahan yang
terletak di jalan jawa dan jalan timur yang dulunya digunakan sebagai komplek
perumahan karyawan PT. KAI dan lahan parkir KA adalah kepemilikan PT. KAI. Namun
dengan ketertundukan pemerintah (kapitalis birokrat) terhadap kepentingan
ekonomi asing atas sumber daya alam dan rakyat Indonesia, secara mudah
memberikan hak kepemilikan kepada swasta PT. Arga Citra Kharisma melalui SK MA
RI Nomor 1040 K/PDT/2012 tertanggal 5 November 2012 guna membangun pusat
perbisnisan ekonomi Centre Point seperti Mall, Hotel, Rumkit, dan komplek
pertokoan. Rakyat yang dulunya hidup diatas tanah seluas 7 Ha tersebut akhirnya
terpaksa harus terusir demi memuaskan kepentingan perusahaan-perusahaan
monopoli asing yang membangun infrastruktur-infrastruktur ekonominya. Selain
itu imbas dari pembangunan tersebut juga akan membunuh lahan ekonomi pasar
rakyat yang masih bersifat tradisional karena tersaingi oleh pasar modern milik
perusahaan-perusahaan besar monopoli asing.
Dampak lain dari kesepakatan kerjasama APEC juga berimbas
kepada beberapa sektor rakyat lainnya seperti pendidikan yang mahal dan
terbelakang, jaminan kesehatan yang semakin rumit dan mahal, serta kepastian
hukum bagi rakyat yang tumpang tindih. Kesemua dampak tersebut tersirat dalam
beberapa kesepakatan kerjasama APEC yang tidak berimbang dan tidak berorientasi
pada rakyat. Dengan ketertundukkan pemerintah atas kepentingan asing
imperialisme, maka setiap pembangunan yang digulirkan oleh pemerintah bahkan
tidak jarang dilegitimasi secara hukum, bukanlah untuk membangun perekonomian
rakyat. Rakyat hanya dijadikan korban atas sistem penghisapan imperialisme
melalui skema organisasi internasional dan regional.
Junk APEC !!!
Fight Imperialism !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar